Oleh: Wilda Zakiyah*

 

Para pegiat literasi di Situbondo sudah lama tidak mengadakan acara, apalagi acara kumpul-kumpul yang banyak melibatkan manusia-manusia bucin, tukang baper, dan para jomblowers, semenjak pandemi yang mengharuskan sosial distancing.

Tiba-tiba Imam Besar selaku pendiri GSM (Gerakan Situbondo Membaca) menghubungi teman-teman Cakanca.id. Katanya GSM akan mengadakan acara keren dan anti galau. Ia mengajak kami untuk turut meramaikan kegiatan tersebut. Selang beberapa hari, kami dikirimi pamflet bertuliskan "Camp Literasi" dengan font yang besar. Wah, keren sekali, acara ini pasti seru. Teman-teman jadi tidak sabar menunggu hari H.

Banyak sekali bayangan-bayangan yang terlintas. Mulai dari membayangkan bagaimana nanti kita akan banyak berdiskusi seputar branding, reportase, phonegraphy, dan bincang buku Situbondoan karya Mas Panakajaya dan Moh.Imron, kami juga membayangkan bagaimana keseruan mendirikan tenda, menyalakan api unggun, bergantian membaca puisi, saling gurau, nyanyi bersama, membakar ikan (tidak termasuk bakar mantan beserta kenangannya) dan kemudian makan bersama. Kami juga membayangkan menikmati udara malam hari di perbukitan, mendengarkan malam yang sunyi dan petang. Barangkali esok harinya akan bangun dengan ceria dan disuguhkan matahari terbit di sebelah timur.

Lokasi yang ditentukan oleh teman-teman GSM adalah di bukit CIP (Cottok Innovation Park), tepatnya di desa cottok, kecamatan kapongan.

Kami mengadakan dua kali pertemuan rapat, rupanya akan sangat matang kegiatan kali ini. Akan sangat menyenangkan dan melebihi kegiatan Kayumas Bersastra dua tahun lalu, melihat persiapan dan antusiasme teman-teman panitia. Kami semakin tidak sabar menunggu waktu Camp Literasi tiba.

Sabtu, sepuluh April, hari yang ditunggu tiba. Cepat sekali, dibanding menunggu dia yang tak kunjung datang. Kami berjanji berkumpul di lokasi tepat jam tujuh pagi, tapi karena manusia-manusia pribumi yang serba ngaret, akhirnya kami berkumpul jam sepuluh. Materi yang awalnya ditetapkan jam sembilan, juga ikut mundur ke jam dua belas.

Ternyata banyak juga yang hadir, termasuk dihadiri juga oleh bapak kepala desa Curah Cottok. Beliau banyak menjelaskan sejarah desa dan kemajuan di desa tersebut. Mas Anwar dan mas Faiz juga hadir untuk memberi materi seputar branding dan youtube, agar desa Cottok bisa terekspos dan dikenal oleh masyarakat luas. Banyak hal yang didiskusikan sampai tidak ada yang sadar bahwa gempa yang cukup tinggi (6,7 SR) mampir di Situbondo. Barangkali alam juga ingin ikut meramaikan Camp Literasi bersama komunitas Gerakan Situbondo Membaca, Melle buku, Takanta.id, Cakanca.id, dan Basish Publishing. Atau mungkin alam meridhai kegiatan ini.

Karena hanya dua orang yang merasakan getaran bumi karena yang lain sibuk dengan getaran hati, eh, yang lain fokus pada kegiatan dan menyimak materi yang sedang dipaparkan, kegiatan terus berlanjut sampai hampir petang.

Sebelum gelap, teman-teman pindah ke bukit paling atas, mendirikan tenda. Ada dua tenda kecil dan dua tenda besar yang dipasang. Mas Roby dan mas Alex membuat api unggun setelah semua tenda terpasang, dibantu teman-teman yang lain.

Malam yang kami tunggu, keseruan yang tidak habis dibayangkan. Bayangan kami sedikit meleset, tapi tidak apa, kami tetap menikmati malam itu. Setelah membakar ikan mangla yang banyak sekali, kami makan bersama. Rupanya lapar lebih berkuasa dibanding pikiran-pikiran tentang dia.

Malam semakin larut, hanya bunyi hewan malam dan sesekali diwarnai gurauan dan tawa teman-teman. Saling tunjuk untuk membaca puisi dan saat mas Aves juga mas Panakajaya datang kegiatan bincang buku Situbondoan yang ditulis oleh mas Panakajaya dimulai.

Petang dan larut. Di waktu-waktu begini sangat nyaman untuk mengenangnya. Sunyi dan hanya ada suara hewan malam yang berbisik. Tapi mata sudah mengantuk, lima watt lagi, dan akhirnya lelap. Waktu mengenang digantikan dengan tidur tanpa bermimpi apapun. Andai mimpi bisa direequest~

Nyenyak semalam membuat pagi jadi segar, suasana di perbukitan memang tidak pernah mengecewakan, sejuk dan hijau sejauh mata memandang. Matahari yang malu-malu untuk muncul juga memberikan kesan yang manis dan romantis.

Setelah cuci muka, membereskan lokasi camp dan membongkar tenda, kami langsung berkuda. Belajar menunggang kuda sama sekali bukan hal biasa. Antara gelisah dan ingin mencoba. Tapi cukup seru juga. Bergantian menunggang kuda, asik ternyata.

Kegiatan terakhir adalah berenang. Iya, di bukit CIP juga ada kolam renang, karena di sana adalah tempat wisata yang cukup ramai dikunjungi. Hari minggu, banyak pengunjung datang untuk berenang atau sekedar mandi saja. Setelah puas berenang dan jepret foto sana-sini, kami pulang. Sebagaimana kalimat yang ditulis besar-besar pada pamflet "Semua boleh datang. Pulang dan saling mengenang" Dan benar saja, setelah pulang, kami mengenang ulang, betapa di luar ekspektasi kita tentang kegiatan ini. Iya, lebih seru dari yang dibayangkan. Katanya saya harus menulis begitu, kata mas Sofyan.

Karena keseruan tersebut, kami merencanakan untuk mengadakan Camp Literasi selanjutnya. Tunggu saja informasinya.

Catatan pendek untuk kisah yang panjang~


_______________

*) Perempuan yang sedang menyembuhkan luka lama.