Tuan, Maaf Aku Menyukaimu


Selamat malam tuan

Dalam kesunyian semesta

Aku memimpikan dirimu yang memanggil namaku dengan nada tegas tanpa keraguan

Seolah memaksa raga ini untuk bangun dan tersadar akan fakta bahwa hati dan ragamu tidak mungkin menjadi kepunyaanku

Menyedihkan bukan?


Padahal tenunan harapan dari benang doa selalu ku jaga

Walau aku merasa takdir kita tak bisa dipersatukan

Sungguh tuan, menjaga rasa tanpa keinginan memiliki dirimu bukanlah hal yang mudah

Ini adalah penderitaan yang menyakitkan namun sangat membuatku candu

Hingga aku tidak sanggup menjauh darimu


Maafkan aku tuan karena sudah menyukaimu

Padahal aku tahu bahwa bukan aku yang kau inginkan

Tapi biarlah aku sedikit memaksa kali ini

Karena aku tidak bisa lagi melihat yang lain selain dirimu


Mungkin aku akan terluka jika tuan telah memilih nona yang lain

Namun akan lebih sakit jika tuan yang terluka olehku

Tuan, jika rasa sukaku padamu adalah kesalahan

Maka aku rela berada dalam lautan dosa



Tuan, Siapakah Aku Bagi Dirimu?


Tuan, sikapmu terlalu dingin

Hingga aku berpikir, siapakah aku bagimu?

Seseorang yang kau tunggu kehadirannya

Atau seseorang yang kau nanti kepergiannya


Tuan...

Syairmu membuatku tersesat dalam kata dan frasa

Dekap hangat senyumanmu mengunciku dalam kedinginan

Bak anak ayam disarang elang


Dalam hembusan angin malam yang membelai mesra sikap dinginmu

Aku menitipkan dekapan hangatku padanya

Berharap ia tak terlalu mengganggumu

Karena risihmu bukan bersuara namun menghilang


Tuanku yang tangannya belum bisa kegenggam dan hatinya yang tak tahu untuk siapa

Tidakkah kau ingin memberikan jawaban dari segala pertanyaan yang membuatku gelisah?

Apakah menyenangkan bagimu membuatku bingung tuan?

Jika memang itu menyenangkan, jangan terlalu lama bermain dengan kebingunganku tuan

Karena aku tidak sesenang yang tuan lihat



Guratan Petala Cinta


Diantara 7 petala langit dan 7 petala bumi

Ada 7 petala cinta yang dilalui insan manusia

Setiap petalanya memiliki guratan yang niskala namun ada

Tak bisa dirasa, didengar, dilihat, dicium, maupun diraba dengan sengaja


Kedatangannya tiba-tiba sama seperti kepergiannya

Obat sekaligus racun bagi insan manusia

Menyiksa tanpa melukai

Membunuh tanpa memaksa sukmanya pergi


Asmaraloka tempatnya bersemayam

Mahkota adiwidia terletak di rambutnya

Ia amerta tanpa dusta dalam senandikanya

Namun redupnya adalah binasa bagi insan manusia


Kini ia memanifestasikan dirinya dalam wujud manusia

Karsanya menggelegar, mengguncang semesta

Cahanya berpendar kesegala arah menghilangkan bayangan yang tak bertuan

Namun dirinya tenggelam dalam kegelapan


Berkat cinta kasih dewa

Ia tidak hilang

Hanya terlelap

Sampai waktu yang tidak ditentukan



Takdir Duka atau Suka


Kamu dan aku

Kita ditakdirkan untuk bertemu

Entah untuk menjadi luka

Atau memberi suka


Meski kaburnya jelas

Namun rasa itu tak mau bergegas

Seakan menunggu harap

Pada sesuatu yang masih bias


Bukan sulit untuk melangkah

Namun hati ini lelah berduka

Memilih diam bukan berarti tak ada rasa

Namun penolakan bukan sesuatu yang mengenakkan


Jika takdir memilih kita guna memberi luka

Lebih baik terluka sedari awal

Namun jika takdir memilih kita guna memberi suka

Lebih baik diam daripada menimbulkan goresan



Percaya atau Tidak


Percaya atau tidak

Aku tahu, aku hanya salah satu diantara semuanya

Pemilik waktumu, bukan hatimu

Dan aku menikmati semua itu


Meski aku tidak lagi berharap pada angan yang terbesit

Bukan berarti aku menyerah

Bukan pula aku menganggap dirimu sebagai pilihan

Hanya saja aku tidak ingin membebani diri ini


Jika Tuhan memang menuliskan kita untuk bersama

Percaya atau tidak

Ia akan mempermudahnya

Dengan cara yang aku dan kau tak sangka


Mungkin kini aku tak tahu apa yang sedang kulakukan

Membuang waktu atau sedang menunggumu

Namun aku tidak akan memaksamu

Tiada guna bagiku jika raga dan waktumu untukku namun hatimu untuknya