https://pin.it/4AxwNlcnG


Oleh: Kapten_Ran

Hembusan angin dingin masuk dan keluar dari sela-sela rumah kayu yang gelap gulita. Tidak bersuara namun dinginnya menusuk hingga ke tulang setiap penghuni yang sedang tertidur di dalamnya. Selimut dari kain jarik tentu tak cukup menghangatkan tubuh mungil anak perempuan yang tertidur di sebelah neneknya. Ia meringkuk dengan tubuh gemetar menahan hawa dingin. Tangan keriput bergerak mendekapnya sambil bersenandung.

“Olle ollang paraona alla jere. Olle ollang alla jere ka Madure…,”

            Tangan wanita tua itu menepuk bahu anak kecil disampingnya agar ia tidak terbangun karena terganggu akan dinginnya malam. Lirik dari tembang yang dilantunkannya memecah keheningan malam, mengalun merdu ke setiap sudut rumah. Sayup-sayup tembangan sang nenek mengecil lalu menghilang ditelan sunyinya malam. Akan tetapi anak kecil yang seharusnya tertidur itu terbangun karena sulit bergerak.

            Mata mungilnya sulit dibuka, Ia mengucek matanya dan mencoba menyingkirkan belek yang mengganggu penglihatannya. Saat matanya sudah bisa melihat dengan baik, yang dilihatnya hanyalah kegelapan. Semuanya hitam, tidak ada secercah cahaya pun yang menembus dinding kayu. Ia mencoba membalikkan badannya, namun kesulitan karena dekapan neneknya. Dekapan itu hangat, namun ia ingin melihat sisi yang berseberangan. Dengan perlahan anak kecil itu mengangkat tangan keriput neneknya agar melonggar dan ia bisa berbalik.

            Dengan usaha yang cukup keras, ia berhasil berbalik. Mata mungilnya menangkap cahaya putih namun kabur seperti cahaya senter di hadapannya. Cahaya tersebut tidak mengarah kepadanya namun berada di dekat tempat tidur mereka. Ia menelusuri setiap sudut rumah dengan pupilnya yang bergerak ke kanan dan ke kiri mencari sumber cahaya itu ditengah kegelapan. Hingga akhirnya ia menemukan bahwa sumber cahaya itu berasal dari senter yang ada di ujung kakinya.

            Gelapnya ruangan yang membuat penglihatan terbatas samar-samar menampakkan sebuah siluet. Siluet yang anak itu kenal dengan baik. Sesosok laki-laki yang selalu membawa senter kemanapun ia pergi di malam hari. Laki-laki yang biasanya tidur di ruang sebelah. Orang yang ia sebut dengan panggilan “Kakek”. Ia memperhatikan kakeknya atau sosok yang mungkin menyerupai kakeknya dengan seksama. Sosok itu duduk di ujung tempat tidur dan memperhatikannya. Seolah tengah mengobservasi sesuatu. Keduanya diam, tidak bergeming karena memang tidak ada yang perlu dikatakan. Kemudian tangan dingin seperti es dari sosok tersebut mulai mengusap kakinya.

            Tidak lama kemudian, sosok yang awalnya duduk di ujung kasur mulai berdiri dan hendak beranjak. Ia mulai menyeret kakinya perlahan, mirip seperti kakek yang terkena stroke sehingga kaki kirinya sulit digerakkan. Setelah beberapa langkah, anak kecil itu mulai melambai-lambaikan tangannya sambil memanggil sosok itu.

                        “Kakek,” panggil anak itu.

“Mau kemana? Tidur saja disini,” ucap anak perempuan tersebut sambil bangun dari tempat tidurnya.

            Sosok itu seakan tidak mendengar panggilan anak kecil yang melambai-lambai padanya. Ia terus berjalan lurus menuju kamar sebelah. Panggilan tersebut semakin keras hingga sosok itu berbalik, cahaya dari senter jatuh tepat di sebelah tempat tidurnya hanya berjarak 1 langkah orang dewasa. Ia tersenyum dan terus memanggil sosok tersebut untuk tinggal dan jangan pergi. Panggilan itu rupanya membangunkan neneknya, sementara sosok itu melihat ke arahnya dan tidak bergerak seperti mengawasi sesuatu.

                        “Kamu berbicara dengan siapa? Tidak ada orang disini,” ucap neneknya yang membalikkan badan cucunya agar mereka berhadapan.

                        “Itu Kakek, lihatlah cahaya senternya.” kata anak kecil itu sambil menunjuk cahaya di sebelah mereka.

            Neneknya tampak bingung karena ia tidak melihat cahaya senter di manapun. Namun wanita tua itu tidak panik, ia turun dari tempat tidur dan berjalan seperti biasa melewati sosok tersebut untuk menyalakan lampu. Seketika ruangan yang tadinya gelap gulita dipenuhi cahaya kekuningan dari bohlam. Benar saja, tidak ada siapapun di ruangan itu kecuali nenek dan cucu perempuannya. Wanita tua itu kembali ke atas kasur untuk meyakinkan cucunya bahwa tidak ada orang disana selain mereka berdua. Namun tentu di mata anak kecil itu tidak demikian dan neneknya tahu hal tersebut.

Anak kecil itu terbata-bata menjelaskan pada neneknya bahwa sebelum bohlam dinyalakan, ia benar-benar melihat dengan jelas bahwa sosok kakek berdiri melihat ke arahnya. Akan tetapi dengan sedikit keanehan, tinggi badan kakeknya seolah bertambah. Ia sangat yakin bahwa pada saat itu yang ia lihat adalah nyata. Neneknya memintanya untuk turun dan mengecek bersama keberadaan kakek di ruang sebelah. Benar saja, kakeknya tengah tertidur pulas meringkuk dengan sarung berwarna abu-abu menyelimutinya. Ia mencoba tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya. Bahkan senter yang biasa dipakai oleh kakeknya masih ada di atas laci dan tidak dalam kondisi menyala. Namun faktanya sudah jelas sekali bahwa kakeknya tengah tertidur.

Anak kecil itu berlari ke atas kasur, meringkuk dan menyelimuti tubuhnya dengan kain Jarik. Ia tidak ingin melihat apa yang ada di luar selimutnya pada malam itu. Neneknya yang melihat hal tersebut membiarkan lampu di kamar itu menyala semalaman. Ia mencoba menidurkan kembali cucunya dengan menepuk pundaknya sambil bersenandung Tanduk Majeng. Sebuah lagu tradisional yang menceritakan tentang kehidupan pelaut. Ia membiarkan cucunya tidur lebih dulu dibandingkan dirinya, berjaga-jaga takut ada yang mengintai dari balik kegelapan.

Bagi perempuan tua itu hal mistis bukanlah sesuatu yang baru. Ia mengetahui bahwa apa yang dilihat cucunya adalah nyata di dimensi yang berbeda. Namun membahas hal tersebut di malam itu bukanlah tindakan yang bijak. Wanita tua itu sudah terbiasa dengan hal mistis sejak masih anak-anak karena ayahnya merupakan peruqyah. Akan tetapi bagi cucunya itu adalah hal yang baru, mengingat selama ini cucunya dibesarkan dalam keluarga yang tidak kental akan hal mistis. Wanita tua itu juga berharap bahwa anak-cucunya tidak akan berurusan dengan sesuatu dari dimensi yang berbeda. Oleh karena itu semua pengetahuan tentang hal mistis ia bawa hingga akhir hidupnya.