Ilustrator : Permata Kamila* |
OLEH : KAPTEN_RAN
KEJAM
Ia datang dengan dada terbelah
Digenggamnya jantung yang telah pecah
Menangis mengharap berkah
Namun enggan mendengar dakwah
Ngeriku melihat wajah yang meringis kesakitan
Atau tangannya yang berlumuran darah
Tak bisa kubayangkan, ada manusia sekejam setan
Relamenyakiti yang dicinta demi kepuasansemata
Dadaku nyeri merasakan sakitnya
Jantungku hancur melihat keadaannya
Aku bahkan tak sanggup melihat bayangnya
Apalagimendekatuntukmengobatinya
DERITA
Aku berjalan di tepi pantai
Menatap gunung di kejauhan
Menyusun kepingan memoar
Bersama dengan hasrat yang membara
Memoar itu tak lupa membawa penyesalan
Hingga kuberharap agar waktu dapat diputar
Ingin kumengungkapkan segala rasa
memberikan semua perhatian yang tak sempat kuberikan
Namun semesta tau itu hanya khayal
Karena waktu tidak pernah diam
Alunan nada yang tak bisa ku lupakan
Senyuman dan genggaman yang melekat
Menyayat hatiku perlahan-lahan
Menggerogoti jiwa
Hingga menyisakan raga tanpa cinta
INGATKAH?
Ingatkah engkau dengan diriku?
Seorang wanita yang berjalan sendiri di kegelapan
Bersama kaki yang penuh luka
Mencari jalan di antara ketidakpastian
Menerobos seluruh norma
Membantai semua keyakinan
Mengubah paradigma
Hingga menyakiti dirinya
Ingatkah engkau?
Sepatu biru yang kujinjing
Dengan luka di telapak kaki
aku memanggil namamu sembari berlari
Bukankah engkau menangkapku dengan pelukan
Menyatakan perasaanmu dengan kebahagiaan
Lalu kau mendorongku ke arah lautan
Sebagai akibat pernyataan yang kau sesalkan
HARAPAN
Aku membutukanmu saat itu
Berharap engkau datang dengan pelukan rindu
Namun kau justru pergi
Meninggalkanku sendiri lagi
Sangat mudah untuk di pikirkan
Namun sangat
sulit untuk di wujudkan
Kau memalingkan wajahmu
Berjalan menjauh
Seolah kita tak pernah bertemu
Kau
membiarkanku terbakar
Hancur dalam
penderitaan
Kesakitan dalam
harapan
Hingga mati
dalam keputusasaan
DIAM
Kau mengajarkanku untuk berpedoman pada aturan
Berpegang teguh terhadap kebenaran
Melindungi negara dari berbagai ancaman
Namun harus tetap berbaik hati dalam pengampunan
Mengapa saat
aku berbicara tentang kebenaran?
Dengan alasan
untuk keamanan
Mulutku kau
bekap
Membuatku
kehilangan napas
Kau membiarkan kutenggelam
Diantara ketidakpastian
Terombang ambing di batas kematian
Sedangkan kau sibuk membicarakan penyesalan.
0 Komentar