Ilustrator : Alifa Faradis* |
Oleh: Ulfa Maulana
Si Mawar Biduan
Dentuman gendang memekakkan telinga
Tubuh meleok-leok mengikuti irama sampah
Desah menjijikkan sang mawar
Aku malu
Sebagai mawar yang berlindung pada duri
Darah mengucur setiap tatapan lapar pria
Biarkan meraba jatuhi mahkota wanita
Lumpuh
Berlian akal yang kudapat semua luruh
Jatuh tersungkur pada kubangan hina
Tak bisa hantamkan kata
Situbondo, 01 Januari 2019
Tikus bawahan
Mak, aku lapar
Hak kita ternyata di ambil orang-orang
kenyang
Ku tatap mereka yang bahagia walau berdiam
Cukup tenang karena sanak punya jabatan
Mendapat sedikit yang banyak untuk orang
kehausan
Mak, aku kedinginan
Mukaku terbias tetes air kala hujan
Berselimut desir angin tiap malam
Dimana keadilan yang mereka
agung-agungkan?
Kemana perginya miliyaran dana orang
pinggiran?
Ku lihat nominalnya pada gambar besar di
jalan
Mak, desa sebelah sedang berbenah
Katanya rumah mereka yang reot di perindah
Di beri sedikit penghidupan bagi janda tua
Lalu, tikus mana yang sebenarnya mencuri?
Jikalau bukan tikus rendahan sok berdasi
Situbondo, 31 Januari 2019
Kertas kuning tak bermakna
Ku bolak balik lembaran
usang itu
Dalam remang-remang
cahaya malam
Mencabut kegelisahan
dalam diam
Mencoba berlari mengejar
bintang
Yang kian menjauh
diterpa langit hitam
Jiwaku terasa remuk
redam
Rasa suntuk yang
menghujaniku
Menjadi melodi memilukan
Asa yang ku perjuangkan
Terasa sulit tuk ku
genggam
Jiwaku terasa remuk
redam
Menjadi dimensi rasa tak
terkendalikan
Dalam cahaya esok
Yang menanti dalam
tatapan menantang
Situbondo, 01 Februari 2019
0 Komentar