*Serial Cermin adalah proyek menulis cerita pendek mini teman-teman cakanca.id dengan berpatokan pada 3 kata utama
Penantian Gadis senja
El
Namaku putri Senja. Warna jingga mendominasi langit kali ini, angin yang membawa aroma laut tampak tenang serasa diriku ada dalam dekapan seseorang. Dalam anganku, ia seakan membelai wajahku karena takut kehilangan senjanya. Ia melambaikan tangannya dan mengedipkan matanya seolah-olah mengajakku berbicara.
“Lihatlah semua, gadis
cantik malang yang selalu menanti ayahnya. Padahal ayahnya sudah di telan ombak.”
Saat itu aku merasa tak
berharga di mata orang-orang yang mempunyai mahkota. Seakan-akan duniaku tak
sempurna, pikiranku tak jelas arahnya. Pukul 04.00 aku kembali lagi. Aku yakin ia hadir namun tak pasti waktunya. Lagi-lagi
aku di ejek seolah dunia tak pernah berpihak padaku.
Aku bangun dari kisah
nyata yang membuatku lelah. Kala matahati mulai lelah menunjukkan
keperkasaannya, aku beranggapan senja akan kembali ke peraduannya. Setelah
membersihkan diri dan aku keluar dari gubuk sederhana dengan mata
bengkak, aku menepi pada hilir sungai. Tepat saat di tengah perjalanan, aku
melihat orang berbondong-bondong lari tergesa-gesa seakan menuju arah gubukku.
Kemudian terdengar teriakan.
“Ayahmu kembali!”
Ayah menepati janji! Ia
kembali dengan senja dini hari. Percayalah, ia menjemputku dan akan mebawaku
pergi. Terombang-ambing bibirku tak berhenti tersenyum. Kukatakan pada mereka
yang selalu mengejekku seakan-akan dunia miliknya.
“Hei kalian! Ayahku
kembali!”
Senja kali ini tak dapat
mengantarkanku pulang. Namun, aku masih dan tetap percaya pada janji ayah bahwa
senjalah yang akan mengantarkanku kepada ayah.
Sebatas pikiran
Jhalo
Kelap-kelip bintang di
balkon rumah mengingatkanku akan sosok dirimu. Di mana kau sedang
bermanja-manja padaku. Di mana kau tertawa lepas dan bertingkah lucu. Sambil
menikmati sebungkus popcorn dengan film yang kita suka. Kau perlahan
tersenyum dan memancarkan sinar matamu yang menenangkanku.
Rasanya aku sedang
berada di fase kebahagiaan. Entah apa yang terjadi hingga aku lupa tuk
bercerita. Kebahagiaan itu rasanya kurang puas jika hanya didiamkan. Saat aku
ingin bercerita tapi aku tak tahu harus mulai bercerita dari mana agar pembaca
ceritaku menikmati juga. Dari belaianmu yang hangat atau tatapan matamu yang
terang seperti lampu di musim dingin?
Ahhhh
Pikiranku mulai goyah
saat aku tahu hujan masih air dan aku masih saja mengharapkanmu tuk hadir.
Calisia
Gadis
Calisia, gadis kecil
yang masih berusia 6 tahun itu, tidur di pangkuan ibunya yang sedang asik
membacakan sebuah dongeng. Ini adalah malam ke-19 sang ibu menemaninya tidur
sambil membacakan dongeng untuk buah hatinya, setelah anaknya itu mendapatkan
hadiah buku kumpulan dongeng dari pamannya saat ia berulang tahun. Gadis
kecilnya itu akan merajuk jika ia tidak mau membacakan dongeng sebelum tidur.
Sebab ia lelah karena seharian harus banting tulang menyambung kehidupan mereka
yang hanya tinggal berdua.
“Tidurlah, Sayang, besok
kau harus bangun pagi, ibu matikan lampunya, ya? ” Kata ibunya yang sudah mulai
mengantuk.
Calisia yang sedari tadi
hanya diam mendengarkan ibunya membacakan dongeng, kini membuka suara.
“Bu, apakah setiap anak
dilahirkan tanpa seorang ayah?”
Deg!
Wanita paruh baya itu
menggigit bibirnya keras keras. Hatinya menjadi lebih kering dari angin kemarau
yang berhembus. Tak terasa air mata mengalir membahasi pipinya itu.
0 Komentar