Oleh : Siti Romlah*

Waktu berlalu dengan cepat hingga berbulan- bulan, dan bertahun- tahun telah terlewati tanpa kabar dari Radjo Langit. Tetangga terdekatnya mengatakan bila keluarganya pergi ke ibukota karena salah satu sanak saudaranya wafat.  Namun faktanya dia sama sekali tak pernah kembali setelah pergi tanpa pamit bertahun-tahun lamanya.

Tak lama dari itu ibunda Ratna wafat, hingga tinggallah Ratna sendirian dalam penantian. Waktu mulai merenggut kecantikannya hingga para perjaka yang merebutkannya tanpa melihat kekurangan dalam dirinya pun menyerah. Ratna hidup dalam masa penantiannya dengan keyakinan bahwa Radjo akan kembali ke tanah kelahirannya, pria itu akan kembali pada dirinya.

Lalu, pada suatu saat pintu kayu rumah perempuan itu diketuk oleh seseorang. Dari dalam Ratna telah memakai kerudungnya untuk membukakan pintu dengan mendorong sedikit demi sedikit kursi roda yang selama ini menggantikan Radjo. Jantung tuanya berdegup kencang, sama persis saat jatuh cinta diusia putih abu-abu dahulu itu. Menyangka bila orang yang datang adalah kekasih hatinya.

Dan saat pintu terbuka, memang benar kekasih hatinya itu kembali. Akan tetapi ada sebuah permata lain di sebelahnya, permata lain yang dulunya secantik dirinya. Ratna benar menjumpai yang dicintainya setelah menunggu berpuluh-puluh tahun, akan tetapi ia tak bahagia. Kebahagiaan itu berubah menjadi tangisan kesedihan, menangisi bahwa  rambutnya yang memutih itu sama sekali tak membuktikan apa-apa, menangisi bahwa setianya terenggut oleh keberadaan wanita lain di hati Radjo Langit.

"Maaf membuatmu menunggu begitu lama. Akan tetapi aku menepati janjiku untukmu, Ratna. Aku membelikan ini dan merancangnya sendiri untukmu," ucap Radjo dengan senyum yang tak berubah sedikit pun sejak kepergiannya. Pasangan suami istri itu hanya bertamu tak sampai satu jam dan pamit pulang setelah mengantarkan kursi roda elektrik yang dahulu pernah Radjo janjikan. 

Dengan hati yang berantakan Ratna memandang langit sore di depan rumahnya setelah kepergian mereka. Ia tak tahu dari mana luka ini bermula, tetapi di sinilah cinta itu berakhir. "Aku seperti daun kering yang menunggumu, Dang," lirihnya pedih.

Keesokan harinya Ratna kembali ke hadapan Sang Ilahi dengan membawa cinta juga laranya kepada Radjo Langit ke hadapan sang pencipta. Dari sekian keadaan kacau dan penantian panjang yang Ratna lewati, kesalahan terbesarnya hanyalah tak meluangkan waktu untuk mengungkapkan perasaan. Namun biarlah, biarlah cinta ini menjadi miliknya dari awal bermula hingga berakhir yang paling akhir ini.

"Setiaku tak pernah ingkar, waktu tak menghapus namamu, begitu juga jarak yang tak pernah memutus rasaku. Cintaku tak pernah layu, meski rindu padamu hanya menyisakan kesepian

_______________

* ) Siti Romlah adalah gadis asli kota Situbondo pengagum hitam dan senyap. Saat ini ia sedang proses terbit novel solo keduanya dan aktif di berbagai komunitas menulis. Jejaknya bisa dilacak di akun instagram dan wattpadnya @romlah1909