Penulis: Ario Rafni Kusairi*

"Alhamdulillah sudah selesai, sesuai janji Pak Ma'ruf, ini revisi terakhir dan akan di-acc." Ujar Diana usai menekan tombol CTRL + S pada file skripsinya. Ia meregangkan badannya yang kaku sebab lamanya duduk tegak menghajar paragraf demi paragraf hasil dari penelitiannya. 

Mimik senang tergambar jelas pada wajah cantiknya, senyumnya yang lebar bertanda puas menambah kesan manis pada gadis yang berstatus sebagai mahasiswa Program Studi Sejarah Peradaban Islam di UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember itu.

Usai mengistirahatkan laptopnya yang juga lelah, ia bertolak ke dapur untuk mengambil minum. Tampak Ali, kakak semata wayangnya tengah menyantap nasi dengan lahap dan nikmat.

"Mas, besok antar Diana ke kampus yah!"

Ali yang tengah mengunyah nasi menoleh pada adiknya itu, sejenak ia menelan makananya dan menjawab dengan lembut. "Heem, mau berangkat jam berapa?"

"Sekiranya jam setengah 4 sore udah di kampus."

"Oke." Jawab Ali sembari mengacungkan jempolnya.

"Sip."

***

"Beresin dah barang-barang yang mau dibawa, jangan sampe ada yang ketinggalan." Ujar Ali di depan daun pintu kamar Diana, yang dijawab dengan "Iya" dari dalam kamar.

Pria yang juga alumnus dari kampus yang sama dengan adiknya itu menuju mobil Isuzu Panther berwarna silver yang akan dibawanya menuju ke kampus UIN Jember yang berada di kota tetangga. 

Sembari menunggu Diana yang selalu lama ketika hendak bepergian, ia menghidupkan mobil tua itu dan mendiamkannya sejenak untuk memanaskan mesin untuk mengalirkan oli pada komponen mesin.

"Udah siap, ga ada yang ketinggalan?" Tanya Ali kembali setelah Diana masuk ke dalam mobil dan mengenakan seat belt.

"Udah Mas."

"Yakin?"

"100% beres, emang Mas ga ada yang ketinggalan, dompet apa gitu." Diana berbalik bertanya pada kakaknya itu, yang memang kerap lupa terhadap barang bawaan.

"Enggak dong, udah dibawa semua."

Mobil peninggalan ayah mereka itu mulai melaju dengan pelan, merayap menyusuri jalan pedesaan. Ali pun menambah kecepatan mobilnya saat telah turun di jalan raya Bondowoso, ia berkendara dengan tenang dan konstan, sementara diana memejamkan matanya sembari mendengarkan lagu-lagu favoritnya.

***

Mobil itu berjalan dengan lancar dan tenang, Ali dan Diana saling menikmati perjalanan, ditambah dengan jalanan yang lengang. 

Namun tiba-tiba, Ali merasakan keanehan pada kemudi yang ia genggam. Kemudi yang biasanya enteng berubah menjadi berat dan ingin berbelok sendiri ke arah kiri. Takut terjadi hal yang tidak dinginkan, Ali pun segera menepikan mobilnya.

"Loh kenapa Mas?"

"Ga tau, masi mau dicek dulu. Diana gausah turun ya, di luar panas, di dalam aja kan ada ac."

Gadis itu hanya mengangguk patuh pada kakaknya.

"Waduh, bannya bocor ini."

Seketika, wajah Diana yang semula tenang berubah menjadi gusar. Ia pun turun dan menemui kakaknya yang tengah berdiri di samping kiri mobil.

"Gimana terus Mas?" Tanyanya dengan kedua kelopak mata tampak berkaca-kaca.

Ali mengerti apa yang saat ini dirasakan oleh adiknya itu, ia menghiburnya dengan tersenyum dan menepuk pundak Diana, "Tenang, Mas beresin dulu ya, ga lama kok, bentar lagi juga selesai."

Diana mengangguk dan duduk di pinggir mobil untuk menemani kakaknya mengganti ban. Dengan cekatan, Ali mengambil dongkrak dan kunci roda, besert ban cadangannya. 

Mula-mula, ia meregangkan keempat baut yang mengunci roda dengan kuat. Setelah baut-baut itu longgar, barulah Ali mendongkrak mobil, dan melepas rodanya setelah mobil terangkat. Lalu, ia pasang roda cadangannya, menguncinya dengan kuat, dan menurunkan kembakki dongkraknya.

"Alhamdulillah." Lirih Diana saat roda cadangan telah dipasang dengan kokoh.

"Udah Mas bilang, ga lama kok."

Ali pun membereskan peralatannya kembali, dan kembali ke balik kemudi untuk melanjutkan perjalanan.

***

Jam digital di dashboard mobil itu menunjukkan pukul 15.10, sedangkan mobil yang ditunggangi Ali dan Diana masih merayap pelan di pusat Kota Jember. Sejauh mata memandang, di arah depan maupun belakang tampak kendaraan-kendaraan yang tak bergerak di tengah kemacetan. 

Keringat dingin mulai mengalir di tubuh Diana, dinginnya ac tak bisa menghentikan rasa paniknya.

"Maas, ini gimana?" Lagi-lagi kedua kelopak mata mahasiswi yang tengah dihantui deadline di lorong waktu itu berkaca-kaca, butiran kristal seakan ingin tumpah mengaliri kedua pipinya.

Ali tetap berusaha tenang, dan tidak menunjukkan gesture panik, agar adiknya itu tak semakin gusar, meski hatinya juga tak kalah berdebar. Ini macet kenapa si, ya ampun.

Setiap menit, Diana tak henti menatap jam, yang semakin lama semakin tipis.

15.45 mobil masih mengantri lampu lalu lintas berbuah hijau di perempatan Argupuro. Jarak ke kampus UIN Jember sudah sangat dekat, sekitar 3,4 KM. Namun, macetnya jalanan seakan tak mampu untuk melibas jalanan ini dengan waktu yang singkat.

Lampu telah berubah hijau, Isuzu Panther itu merayap dengan pelan. Ali menatap tajam ke arah depan, mencari celah yang bisa ia manfaatkan. Dan benar, di lajur tengah ada celah kosong, ia injak pedal gas dengan dalam untuk mengambil celah itu, membuat mobil berjalan sedikit terhentak. Diana pun kaget, namun yang ia inginkan hanyalah cepat sampai. 

Tak lama kemudian, di sisi kiri kembali terbuka celah, yang langsung dilahap dengan cepat oleh Ali. Kemudian, mobil berpindah ke lajur kanan yang lebih sepi. Mobil tua itu menari-nari, meliuk melintasi barisan mobil-mobil di tengah kota yang padat.

***

16.00 mobil baru masuk ke gerbang depan kampus UIN Jember yang berada di pinggir jalan raya. Ali mulai bernafas lega, sebab ia telah sampai pada tujuan. Namun, ia begitu kaget saat melihat Diana yang duduk di sampingnya tengah meneteskan air mata. Ali pun kembali menambah kecepatan mobilnya, untuk bisa cepat sampai di gedung Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora. 

Dengan membawa mobilnya dengan sedikit berlari, ia melibas jalan di dalam kampus yang penuh dengan kelokan, hingga akhirnya memarkirkan dirinya di lapangan parkir fakultas.

"Gausah sedih, sana masuk, good luck." Ucap Ali sembari menepuk pundak Diana, yang direspon dengan anggukan dan segera bertolak menuju ke dalam fakultas.

Ali pun menunggu Diana dengan duduk di emperan fakultas, ia menghirup udara panjang dan mengingat kenangan demi kenangan yang ia gubah di tempat yang penuh berkah ini.

"Mas." Panggil Diana pada Ali yang telah menunggunya cukup lama. Ali pun tersenyum dan berdiri dari duduknya, dan hendak menuju ke mobil. Namun, Diana tiba-tiba memeluknya. Ali pun kebingungan dengan sikap adiknya itu, "Dek, kenapa?"

Diana tidak menjawab, hanya menggelengkan kepala dalam pelukannya. Ali pun meresponnya dengan mengusap lembut kepala Diana. Hingga akhirnya, ia melepaskan pelukannya. "Skripsiku di-acc, Mas, Diana bisa sidang semester ini." Serunya dengan mata berkaca-kaca, tanda bahagia. 

Ali pun turut merasakan apa yang dirasakan Diana, ia mengecup kening adiknya itu dengan lembut.

"Kerja bagus, kalo gitu, sekarang Mas traktir apa aja yang Diana mau." Ucapnya sembari menatap Diana dengan tatapan kasih sayang, yang disambut dengan senyum bahagia dari Diana.

"Serius?"

"Iya sayang."

"Hehe, makasi Mas."

Ayah sedang tersenyum di sana melihatmu berhasil, Dek.[]



*Ario Rafni Kusairi, seorang yang ingin menjadi penulis. Ia dilahirkan dalam rahim Yayasan Darut Thalabah Wonosari Bondowoso, besar dalam pangkuan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Sukorejo Situbondo, belajar dan berkembang dalam bimbingan UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember dan mengabdikan dirinya di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Tumpeng, Wonosari, Bonowoso.


Ilustrator: Alifa faradis