Ilustrator : Permata Kamila*


Oleh: 
Gladys*

 

Buldan Maharana Indonesia

 

Diriku tak ada yang menuntun kemari

Tak juga pula meumpang gendongan pada bahu siapapun

Dari pertama aku dilahirkan

Menghirup udara di bumi pertiwi

Linglung dari segi mana

Ku akan menceritakan segalanya

Surga eksotika maha sempurna

Bukan terbangnya buih di lautan samudra

Yang bisa pecah diterjang tiupan angin

Namun ini nyata sungguh indah

Tak hanya bersauh

Ini benar taburan pantai yang kental budaya.

 

 

Tuan Narapati Hati

 

Langit ingar bingar

setelah mendung mencekamnya

Suasana macam ini yang di tunggu si pluviophile

Aroma tanahnya seketika berubah

Menyeruak menenangkan hati gundah

Ku intip rintik yang mulai menjadi-jadi

Terhempas pasrah mengaliri bumi

Kenapa malam begitu kejam?

Merampas pikiran menyuguhkan kekhawatiran

Tatkala riak airnya mulai mencumbui rasuk

Semakin anggara malam menghantarkan sejuk

Menyentil rusuk

Meleburkan rindu mengajakku runduk

Dari awal saling mengenal

Kau harus siap menjadi bahan coretan penaku

Kau harus siap masuk dalam kehidupan puisiku

Layaknya guyuran hujan di tengah malam

Kau harus siap dihujani pujian aksara yang indah

 

 

 

Buntala Abdi Sukorejo

 

Perihal tanah berluapan sampena

Afsun elok bersemi bagai bianglala

Takjub mata menggagah jamanika surga

Merintis sanubari menepis berbagai lara

Tanah ini adalah wadah

Tertanamnya benih-benih akhlak mulia

Kau sadar,

Tanah ini bising oleh suara suara indah

Mendamaikan hati para pendengarnya

Tatkala senja menginjakkan ronanya

Mencumbui atap bangunan salafiyah

Merinai pujian para santrinya

Menjadi celotehan madah

Tanah ini menjadi kandil gemerlap

Pelita jendela di malam gelap

Cerita bumi ini

Cerita tempat ini

Terhimpun berasma tanah abdi

 

 

Teater Moving Istana Biru

 

Ketika ketipak ketipung terdengar

Lihatlah kemolekan yang memukau

Meresap di renung kalbu

Menabur senyum sumringah bagai ratu

Kepada seni yang indah

Terciptalah lenggak lenggok nyata

Beribu arti

Membisikan kagum di hati

Hiasi budaya dengan seni yang hakiki

Ah segalanya adalah canduku

Kala ambisi merasung kepulan sajak

Merajut seni untuk budaya

yang berlumuran cinta tiada tara

Disitulah ku tumpahkan karya maharana

Tertangkap dalam biduanda kesenian

Menciptakan candu mencintai tahta

Inilah karya sederhana

Namun terbalut budaya Indonesia

 

 

Bahana Merdu di Pelupuk Pamitnya Senja

 

Suara siapa gerangan?

Mengalun merdu mendamaikan keadaan

Bersandar ranah diriku

Meresapi saban waktu

Suaranya semakin menggema

Menjadikannya ketenangan semesta

Merasuk dalam kalbu para tetangga

Terhimpunlah pujian tiada tara

Sampai sampai diriku lebih suka berdiam diri di surau atas asramaku

Aku lebih tenang merapikan do'aku, setelah mendengar suaramu.

Tak kalah

Bagai sedap malam yang menyiarkan wanginya

Entahlah

Aku gugup

Ketika suaramu menancap di kalbuku

Kau lafalkan dengan penghayatan

Akupun terlena disetiap limbung huruf-huruf yang kau kidungkan.

perempuan yang sudah membuka hati