Ilustrator : link Muzayyaroh



Oleh: Wilda Zakiyah


Membahas tentang perempuan mungkin tidak akan ada habisnya. Perempuan adalah makhluk yang sengaja diciptakan Tuhan dengan banyak rahasia di dalam diri masing-masing individunya. Persoalan perempuan tidak pernah miskin pembahasan, sebab perempuan dikenal sebagai tempat bertumpunya masalah. Kebanyakan problem di masyarakat adalah persoalan yang mengatas namakan perempuan, hingga perempuan memiliki ruang lingkup yang sempit untuk bergerak dan berpikir.

Perempuan mempunyai  kelembutan dan naluri  yang tidak dimiliki laki-laki, tapi perempuan mempunyai  kekuatan yang laki-laki miliki, perempuan terlalu digenggam erat sampai tidak punya tujuan jelas apa yang sebenarnya ia inginkan. Kebebasan-kebebasan perempuan dibatasi oleh masyarakat, sampai perempuan kehilangan suara untuk menyampaikan aspirasi dirinya.

Dari tulisan ini, saya ingin kalian tahu bahwa semua perempuan itu berharga. Ada banyak kekuatan dalam diri perempuan. Hanya saja kalian harus tahu, perempuan yang tidak semua matang, sebab sejak lahir perempuan sudah ditekan, diberi batasan-batasan yang memberatkan.


Banyak perempuan yang hanya sampai menjadi wanita (perempuan dewasa) dalam ukuran usia saja. Belum pada tahap kedewasaan pemikiran, tindakan, tanggung jawab, dan banyak hal yang dilakukan laki-laki sebenarnya juga bisa dilakukan oleh perempuan.

Dalam buku “Ada Serigala Betina Dalam Diri Setiap Perempuan” yang ditulis oleh Ester Lianawati, buku itu berisi tentang psikologi feminis untuk meretas patriarki. Ester menulis “Perempuan tidak pernah dididik untuk mengambil keputusan, untuk bertanya pada dirinya apa yang sesungguhnya ia inginkan. Perempuan kehilangan kemampuannya untuk mendengarkan suara hati karena tidak pernah diberi kesempatan untuk menelisik ke dalam diri”.


Perempuan dituntut menjadi manusia yang lemah, menjadi manusia yang harus bergantung, menjadi manusia yang serba diam atas perlakuan-perlakuan sekitar yang menyimpang. Ada banyak perempuan yang akhirnya menerima serangan psikologis dan berujung pada masalah mental. Ada banyak perempuan yang diperlakukan kasar dan tidak senonoh oleh sekitar tapi hanya bisa diam.

Kekerasan pada perempuan tidak hanya ada di Indonesia saja, tapi juga terjadi di seluruh dunia dari semua golongan. Ester juga menuliskan “sikap dunia yang mengutuk kekerasan terhadap perempuan-perempuan sebenarnya telah dimulai sejak negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PSBB) menandatangani Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW) pada 1972.


Sejak itulah kekerasan terhadap perempuan ditetapkan sebagai suatu isu global. Kekerasan berbasis gender pun mulai didefinisikan dan disepakati secara Internasional, tepatnya pada Desember 1993, saat sidang umum PBB mengadopsi deklarasi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan (Declaration on The Elimination of Violance Against Women). Definisi tersebut dicantumkan dalam pasal 1 Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan, yakni:

“Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, dan psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum, atau dalam kehidupan pribadi,”

Sejak sebelum Masehi, kitab perjanjian lama telah mencatat peristiwa pemerkosaan Tamar, anak Raja Daud, oleh Amnon, kakak tirinya. Pada zaman nabi Muhammad, kekerasan seksual juga dilakukan terhadap perempuan hingga turunlah ayat mengenakan jilbab untuk melindungi para istri Nabi saat itu. Penolakan Perdana Menteri Jepang Shinzho Abe mengenai jugun ianfu sebagai eksploitasi seksual juga kembali menguak kisah lama tentang kekerasan terhadap perempuan Asia saat Perang Dunia II. Ketika itu para perempuan Asia dipaksa untuk menjadi budak seks yang harus melayani kebutuhan seksual para tentara Jepang.”


Banyak sekali tulisan tentang kekerasan yang diterima perempuan yang ditulis oleh Ester Lianawati. bahkan sampai hari ini kekerasan perempuan masih menjadi momok nyata yang tidak juga pudar. Masih sering beredar di media massa berita-berita tentang  pelecehan seksual, kekerasan fisik, maupun mental yang kerap diterima oleh perempuan. Perempuan tidak benar-benar merdeka. Ada banyak perempuan yang terus berjuang untuk mengangkat perempuan-perempuan lainnya.

Pembahasan tentang perempuan tidak hanya berhenti seputar kekerasan seksual saja. Ada banyak perempuan yang berlomba-lomba menjadi cantik untuk memuaskan standar masyarakat. Kesehatan mental juga sering disinggung, ada banyak perempuan yang mentalnya tidak sehat sekalipun ia terlihat baik-baik saja.


Banyak masyarakat bahkan orang tua takut jika anaknya diberi kebebasan maka nantinya ia akan menjadi liar. Jangan bayangka perempuan liar sebagai sosok mengerikan. Ia adalah pribadi yang hangat dan autentik. Jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Tidak berpura-pura menikmati persahabatan hanya karena khawatir tidak punya teman. Dan tidak takut akan penolakan sosial.

Ester mengemukakan bahwa perempuan liar mampu beradaptasi sambil tetap menjadi diri sendiri. Karena telah mencintai dirinya sendiri, ia punya identitasnya sendiri. Ia tidak mengizinkan orang lain mengatakan apa yang harus ia lakukan. Ia tidak membiarkan masyarakat menetapkan kriteria kecantikan, bahwa ia harus langsing dan putih untuk menjadi cantik.


Perempuan liar paham bahwa sebagai perempuan, ia tidak berfungsi menyenangkan orang lain dan apalagi memuaskan tatapan orang lain. Tegas, berani, dan otonom, tapi tidak otoriter. Ia mandiri mengambil keputusan dan tidak membiarkan diri dikekang oleh norma-norma. Ia tidak merasa wajib mengikuti garis kehidupan “normal” yang ditetapkan masyarakat.


Bangkit dan belajar dari pengalaman. Ia berani mengambil keputusan kontoversial yang mendobrak nilai-nilai tradisional jika menurutnya terbaik tanpa khawatir dicemooh. Ketika keputusan kontroversial yang pernah ia ambil ternyata tidak membuahkan kebaikan sesuai yang ia harapkan, perempuan liar tidak menyalahkan diri atau orang lain.


Perempuan terlalu banyak dihadapkan dengan persoalan-persoalan rumit seputar ideologi, sikap, seks, kekerasan, kekangan, batasan, kesempatan, tradisi, budaya, dan banyak hal lainnya. Perempuan sudah harus keluar dari roda itu. Perempuan sudah harus berani mengambil sikap yang menyangkut dirinya dan tidak lagi menjadi korban apapun yang bisa merugikan.


Sebenarnya masih banyak pembahasan yang perlu dituliskan tentang perempuan, dan mungkin memang tidak akan ada habisnya. Saya cukupkan tulisan ini dan akan disambung pada tulisan tentang perempuan lainnya. Panjang umur feminisme.

“Untuk kamu, perempuan hebat yang ada dimanapun. Mari menjadi tangguh, kita pantas memiliki kebebasan yang belum pernah kita dapatkan. Standar masyarakat memang tidak akan ada habisnya. Perempuan sempurna itu hanya mitos, kita tidak perlu mengikuti standar siapapun. Kamu bisa menuntuit ilmu yang jauh, mengikuti kegiatan ekstra kampus atau sekolah sampai larut, kamu juga boleh mendobrak tradisi yang mengekang kebebasan perempuan. Kamu bisa tanpa takut pada apa-apa yang akan kamu terima. Mari menjadi hebat meski jalannya berat.”

 


____________________________________

 Wilda Zakiyah, lahir di Situbondo, 17 september 2001, salah satu redaktur media yang diinisiasi oleh perempuan (cakanca.id) dan pegiat literasi. Ia juga menulis puisi, cerpen, esai, prosa, artikel, dan cermin. Saat ini duduk di bangku kuliah semester 3 prodi Komunikasi dan Penyiaran, juga aktif di organisasi intra kampus (BEM) dan ekstra kampus (PMII). Penulis bisa dihubungi lewat instagram: wilda_ky atau email: Zakiyahwilda@gmail.com.